Oleh Sularso

Pada awal 1990-an, istilah literasi telah mendapatkan perhatian secara luas oleh para pakar dan sarjana pendidikan di seluruh dunia, banyak upaya dilakukan di bidang kebijakan, teori, dan praktik pendidikan sebagai strategi dan implementasi pendidikan. Lantas bagaimana dengan literasi musik? Apakah eksplorasi konsep, landasan teoretis, dan karakteristik esensial literasi musik relatif telah memadai? Pertanyaan ini yang menjadi pengantar awal diskusi ini, karena dimasa depan apapun kondisinya, pendidik musik wajib menghasilkan siswa yang melek musik.

Berbicara tentang literasi musik, pertama-tama kita harus mengatahui apakah literasi. Pada awal 1996, UNESCO mengedepankan konsep “literasi dasar.” Dari perspektif akademisnya, literasi dasar mencakup tiga aspek, yaitu fondasi budaya, pengembangan mandiri, dan partisipasi sosial. Tujuannya adalah untuk fokus pada pengembangan komprehensif individu. Dengan kata lain, literasi dasar tidak hanya berkaitan dengan pengetahuan subjek, namun yang lebih penting adalah kemampuan integrasi individu yang baik dalam kehidupan bermasyarakat.

Melihat penjabaran tersebut, maka konsep literasi dasar musik dapat dipahami sebagai kemampuan untuk menghasilkan dan menciptakan kembali individu dan keterampilan musik dan pengetahuan teori musik, serta kemampuan untuk beradaptasi dan berintegrasi dalam kehidupan bermasyarakat. Aspek utama yang digunakan sebagai pertimbangan untuk mencapai tujuan tersebut adalah semangat ilmiah, belajar untuk belajar, dan inovasi praktis, dengan melibatkan sikap pertumbuhan individu, kemampuan keterampilan, penggalian nilai, dan pengetahuan musik.

Melihat pergeseran jaman yang semakin dinamis nampaknya konsep literasi dasar musik kian berkembang karena eksplorasi terus dilakukan. Banyak cendekiawan memiliki serangkaian perspektif, misalnya meletakkan persoalan emosi dan inovasi artistik dalam literasi musik, bahkan lebih dari itu literasi dasar musik juga menghadirkan banyak pengertian dan perspektif baru dalam studi lintas disiplin ilmu, dan ini menarik dalam sejarah perkembangan literasi musik Indonesia.

Pengalaman sebagai Pondasi Melek Musik

Secara fungsional musik bukan hanya soal emosi, tetapi yang lebih penting adalah penanaman estetika dan kepribadian melalui pengalaman bermusik. Melihat sejarah perkembangan musik Indonesia, orang-orang jaman dahulu benar-benar memperhatikan fungsi penting dari musik. Mereka senantiasa menekankan bahwa musik harus lahir dan merepresentasikan suasana hati, sederhananya, musik itu lahir di hati.

Mereka memandang, musik bukan hanya soal suara, dan hal-hal objektif lain tentang musik, namun juga mencakup unsur ketersengajaan subjektif individu. Apabila musik adalah cerminan dari perasaan subyektif individu tentang keberadaan hal-hal obyektif, maka reaksi atas hal tersebut adalah transformasi citra emosi menjadi pengalaman bermusik dan ini terkait dengan pengalaman masa lalu, dan turut menghasilkan pengalaman baru bagi pencipta maupun pendengar.

Atas pengaruhnya tersebut pandangan Husserl sangat relevan, “Setiap pengalaman baru harus dihasilkan dari pengalaman sebelumnya. Pengalaman masa lalu pasti akan beralih ke pengalaman saat ini. Setiap pengalaman saat ini akan menjadi yang baru. Baru saja”. Dari sini mungkin kita sepakat bahwa ini adalah kinerja luar biasa dari musik.

Pada proses tersebut, musik memiliki fungsi yang sangat penting, dan hampir seluruh musik memiliki fungsi citra emosi. Oleh karena itu, sebagian besar konsep musik terlahir dari hati, dan kesadaran atas pengalaman bermusik tentu dapat menjadi fondasi penting bagi gerakan melek music untuk menuju terbentuknya literasi musik yang berkualitas.

Pembentukan Literasi Musik

Literasi musik erat kaitannya dengan komponen-komponen esensialnya, seperti estetika, ekspresi, aktivitas artistik, dan kreativitas, semuanya menonjolkan kualitas dasar musik. Seperti yang sudah kita singgung di awal diskusi, literasi dasar dari disiplin ilmu sering berasal dari sifat subjek dan nilai subjek itu sendiri.

Bagi literasi dasar musik, apabila sifat artistik musik dan nilai yang dihasilkan baik, maka menentukan nilai musik. Sederhananya, sejauh mana manusia memahami peran penting musik dalam kehidupan, ini sangat menentukan sejauh mana sukacita hidup dapat dirasakan melalui musik. Dengan demikian, nilai khusus literasi musik juga dapat membuat literasi dasar musik terbentuk, manakala estetika, ekspresi, kreativitas, dan nilai seni musik telah membentuk fondasi kualitas dasar musik.

Seperti dikatakan oleh psikolog Freud, ekspektasi sifat manusia untuk hal-hal indah merupakan motivasi penting bagi perkembangan manusia. Sebagai representasi keindahan, musik adalah pengetahuan magis. Makna dan bahasanya tidak tergantikan dalam disiplin lain, bahkan tidak dapat diungkapkan dalam kategori lain. Dari waktu ke waktu, akan selalu ada karya musik yang membuat seseorang terharu, menangis, tertawa, dan bersukacita, karena musik secara langsung dapat mengenai jiwa manusia, dan dapat pula memberikan respons yang keras terhadap selera dan jiwa individu. Pada tahap ini barangkali kita juga akan sepakat, jika musik adalah keseluruhan yang tak tergantikan, karena musik adalah produk spiritual manusia.

Secara organik musik telah menghubungkan pengetahuan fenomenologis dengan pengetahuan emosional, bahkan turut mengungkapkan nilai khusus dari disiplin musik. Disini kita perlu mengetahui, pembentukan literasi musik membutuhkan intervensi ekspresi dan aktivitas disiplin musik secara menyeluruh. Jika hal ini tidak mendapatkan perhatian, maka musik hanyalah sekelompok suara.

Dengan kata lain, disiplin musik itu sendiri tidak bisa menjadi literasi, apabila gerakan melek musik tidak dilakukan. Katan kuncinya adalah literasi dasar musik membutuhkan partisipasi individu dalam musik dan pembentukan kekuatan ekspresif individu.

Ekspresi, apresiasi, dan aktivitas musik harus diletakkan sebagai sumber penting melek musik. Proses persepsi, ekspresi, dan pemahaman dalam kegiatan musik pun harus menjadi cara yang bermakna untuk memupuk literasi dasar musik. Di sini, penanaman literasi dasar musik sangat penting sebagai upaya untuk meningkatkan ketajaman pengamatan individu, memperluas imajinasi, dan membangun konstruksi kreativitas siswa.

Di akhir diskusi ini, saya sampaikan jika pendidikan musik adalah pendidikan pengalaman. Maka ada kewajiban bagi individu untuk melengkapi aspek kognisi dan pemahaman mereka tentang pengalaman bermusik, refleksi, dan sublimasi. Proses inilah yang saya kira dapat membentuk literasi dasar musik siswa yang berkualitas.[]

Komentar Anda
Monggo, disebarkan...