Saat ini program internasionalisasi perguruan tinggi di dunia mengalami pergeseran, layanan lintas batas pendidikan tinggi kini tidak lagi diatur secara bebas berdasarkan prinsip pasar, bagi mahasiswa internasional mereka mempertimbangkan banyak hal untuk menentukan pilihannya. Faktor utama yang mendorong mobilitas mahasiswa dan pemilihan tujuan telah berubah. Faktor politik, hubungan internasional, kesehatan, dan keamanan secara signifikan lebih penting dan menjadi pertimbangan utama bagi mereka.

Laporan Institute of International Education, “Open doors 2020: Report on international educational exchange” (2020) menunjukkan, Tiongkok telah menjadi penerima siswa internasional nomor satu di Asia dan dunia. Jumlah siswa internasional meningkat dari 492.185 pada 2018 menjadi 498.185 pada 2019.

Situasi berubah, karena epidemi global Covid-19, kegiatan sosial dan ekonomi, mobilitas personel, pertukaran dan kerja sama antar negara mengalami penyesuaian. Pandemi Covid-19 mampu merubah secara signifikan niat, waktu, dan negara tujuan mahasiswa untuk belajar di luar negeri.

Mengutip Symonds, QS Quacquarelli. “How Covid-19 is Impacting Prospective International Students across the Globe.” (2020), lebih dari 19.000 siswa di seluruh dunia yaitu, 66% siswa Cina, 47% siswa Uni Eropa, 57% siswa India, dan 53% siswa Amerika Utara percaya bahwa epidemi telah mempengaruhi mereka untuk belajar di luar negeri. Secara khusus, 48%, 40%, 54% dan 51% siswa dari Cina, Uni Eropa, India dan Amerika Utara berencana menunda studi mereka di luar negeri selama satu tahun, dan 6%-9% dari siswa di empat tempat akan mengubah negara tujuan mereka untuk belajar di luar negeri, dan 4%-9% membatalkan rencana mereka untuk belajar di luar negeri.

Krisis kesehatan global telah menyebabkan reorganisasi pasar siswa internasional di dunia. Bagi Tiongkok, penyesuaian dan kontraksi kebijakan mengenai visa, imigrasi, pendanaan penelitian, perjalanan internasional, dan kegiatan akademik internasional telah menyebabkan palung bagi internasionalisasi pendidikan tinggi.
Arus global mahasiswa kini sangat dipengaruhi oleh kebijakan visa, imigrasi, dan pengendalian epidemik sehingga menyebabkan arus mahasiswa global menunjukkan tren penurunan. Siswa internasional di seluruh perguruan tinggi Tiongkok dihadapkan pada dilema apakah dapat kembali ke Tiongkok untuk menyelesaikan studinya, atau mereka harus menghadapi perubahan model pembelajaran, dan bagi calon mahasiswa internasional yang ingin menjadikan Tiongkok sebagai negara tujuan ini jelas situasi yang sangat sulit. Begitu pun perguruan tinggi Tiongkok yang sangat bergantung pada pendapatan siswa internasional tentu akan menghadapi kesulitan soal pendaftaran.

Pembelajaran mahasiswa internasional di era Pandemi dipengaruhi oleh kontrol dan pembatasan pergerakan orang, pembelajaran online telah menjadi bentuk alternatif penting dari pendidikan internasional di Tiongkok. Pendidikan online telah meningkat. Kursus online, pembelajaran campuran online dan offline, konferensi dan kuliah online telah berkembang pesat menjadi bentuk pengajaran dan pertukaran akademik yang penting.

Namun, pembelajaran online skala besar telah membawa masalah bagi kualitas pendidikan. Pembelajaran online sangat lemah karena kurang adanya interaksi yang efektif dan kurang menarik bagi siswa internasional jika dibandingkan dengan pembelajaran tatap muka. Penerimaan jangka panjang pembelajaran online oleh siswa internasional telah menyebabkan kerusakan fisik, mental dan kecemasan akademik. Bagi siswa internasional, biaya kuliah yang tinggi ditukar dengan pembelajaran online, kandungan nilai dari gelar turun, dan keinginan untuk melanjutkan belajar di luar negeri pun terguncang.

Bagi siswa internasional di Tiongkok, model pembelajaran baru ini telah menimbulkan banyak masalah, antara lain penurunan jumlah siswa, berkurangnya interaksi antara mahasiswa dengan staf pengajar dan teman sebaya, penyesuaian zona waktu jadwal pelajaran, hingga kurangnya layanan dan dukungan dari kampus.

Lingkungan akademik Tiongkok
Abad 21, Pendidikan tinggi di dunia menghadirkan pola pinggiran-pusat. Tiongkok masih dalam proses bergerak dari pinggiran menuju ke pusat dunia akademik, dengan universitas riset yang berpartisipasi dalam pertukaran akademik internasional dan persaingan global. Pelibatan staf pengajar dan sarjana asing di universitas riset juga telah meningkat secara signifikan, namun masih belum merata. Meskipun Tiongkok sudah menjadi negara besar dalam pendidikan tinggi di dunia, tetapi situasi tertentu masih jauh dari menjadi negara yang kuat dalam pendidikan tinggi.

Ini terlihat di era baru percepatan talenta global, universitas top Tiongkok menghadapi banyak tantangan, hubungan interpersonal yang rumit, lingkungan karir akademik yang tidak memuaskan, promosi dan evaluasi akademik yang tidak masuk akal, ini menghalangi para sarjana Tiongkok perantauan untuk kembali ke Tiongkok untuk pembangunan.
Bagi staf pengajar asing, mereka memiliki gaji yang rendah, sistem kebijakan nasional yang belum matang, dan sistem tata kelola internal universitas yang tidak memadai, terjadinya pembatasan integrasi sarjana internasional ke dalam organisasi akademik, sehingga sulit bagi mereka untuk berperan dalam inovasi pengetahuan, pelatihan bakat, dan peningkatan lingkungan sistem akademik. Keseluruhan tantangan tersebut membuat Tiongkok wajib mempersiapkan sistem ekologi akademik dan lingkungan kelembagaan yang mapan melalui berbagai cara.

Seperti pembukaan terhadap dunia luar yang mendalam dan menyeluruh sebagai landasan pengembangan pendidikan tinggi Tiongkok yang stabil dan berjangka panjang. Menentukan capaian internasionalisasi pendidikan tinggi sebagai hasil dari perluasan keterbukaan yang berkelanjutan, ketaatan pada kebijakan kerjasama yang saling menguntungkan, dan pembangunan yang terkoordinasi di dalam dan luar negeri.

Pada Juni 2020, Kementerian Pendidikan dan delapan departemen pemerintah pusat Tiongkok bersama-sama mengeluarkan kebijakan tentang “Percepatan dan perluasan keterbukaan pendidikan Tiongkok di era baru.” Kebijakan tersebut berkomitmen untuk menciptakan era baru pembukaan pendidikan ke dunia luar.

Kebijakan tersebut oleh Tiongkok digunakan untuk membangun pola pikir global dan mengintegrasikan pengembangan internasional pendidikan tinggi dari perspektif hubungan dalam dan luar negeri. Kebijakan tersebut juga menjelaskan posisi internasionalisasi perguruan tinggi Tiongkok yang harus menempatkan Tiongkok dalam kerangka dunia, bukan independen dari dunia. Tidak hanya untuk mengklarifikasi kebutuhan pembangunan internasional internal Tiongkok, tetapi juga mampu memiliki pemahaman menyeluruh tentang lingkungan internasional, dan memperhatikan harapan, dan evaluasi komunitas internasional terhadap Tiongkok.

Langkah Tiongkok ini memuat pesan bahwa perguruan tinggi bukan hanya sebagai pembawa pengetahuan budaya manusia, pengembangan ilmu pengetahuan dan pelatihan bakat, tetapi juga sebagai sarana menanamkan sistem dan budaya bangsa dari berbagai negara. Di sini, perguruan tinggi memainkan peran mendasar dalam proses peradaban masyarakat manusia, sebagai landasan diplomasi pengetahuan dan peningkatan ketajaman akal budi. Lantas bagaimana dengan kita?

Komentar Anda
Monggo, disebarkan...